KEUANGAN

Tax Amnesty II, Siapa Saja yang Bisa Ikut?

Tax amnesty atau Program Pengungkapan Pajak Sukarela(PPS) jilid II akan dilakukan pada 1 Januari 2022. Ada dua point yang bisa dimanfaatkan wajib pajak.

Pertama, PPS untuk alumni tax amnesty periode 2016-2017. Ini untuk yang belum sempat dan belum mengungkapkan kewajiban pajak saat ini. Bisa diikuti oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi maupun WP Badan.

Tarif mulai dari untuk Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 11% untuk deklarasi harta yang berada di luar negeri. 8% untuk aset di luar negeri yang direpatriasikan ke dalam negeri dan aset dalam negeri.

Ada juga tarif 6% untuk aset dalam negeri dan luar negeri yang diinvestasikan ke dalam Surat Berharga Negara (SBN). Atau, kegiatan usaha sektor pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), atau energi terbarukan.

Pada point kedua, program PPS ini untuk WP orang pribadi atas aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan ke Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2020. Ini artinya, WP badan atau perusahaan tidak boleh ikut pada poin kedua ini.

Selain itu, tarif PPh Final yang diberikan juga lebih tinggi dibandingkan skema pertama yaitu 18%, untuk deklarasi harta yang ada di luar negeri. Kemudian, 14% untuk aset luar negeri yang direpatriasikan ke dalam negeri dan aset dalam negeri. Dan 12% untuk aset luar negeri dan aset dalam negeri yang diinvestasikan kedalam SBN. Termasuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA dan energi terbarukan.

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan hanya orang pribadi yang bisa mengikuti Tax Amnesty Jilid II.

“Hal ini karena wajib pajak badan relatif lebih tertata dengan diwajibkan melakukan pembukuan pajak. Karena itu wajib pajak badan sudah seharusnya patuh sejak awal, karena administrasi yang lebih lengkap. Tapi di sisi lain jumlah wajib pajak badan lebih tertata,” ujar Hestu dikutip dari Detik, Kamis (4/11).

Saat ini, pemerintah fokus pada WP orang pribadi. Diharapkan setelah tax amnesty jilid II  mereka bisa mengisi SPT Tahunan dengan benar.

“Kalau WP orang pribadi jumlahnya banyak, yang belum masuk juga banyak dan pengalaman kita orang pribadi ketika tax amnesty bisa meningkatkan kepatuhan pajak melonjak tinggi. Ini yang kami harapkan,” ujar Hestu.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyebut jika prinsipnya keuntungan yang didapatkan oleh korporasi akan diberikan kepada pemilik, pemegang saham.

“Yang kedua badan sudah pernah diberi pengampunan waktu dulu, maka sudah fair, mestinya tidak pernah diberi. Maka asumsinya sekarang dianggap patuh. PT sudah banyak akuntan publik ada konsultan,” jelas Yustinus.

sosialisasi tax amnesty cermati.com
Sosialisasi tax amnesty di kota Bandung. Foto: cermati.com.

Yustinus Prastowo mengungkapkan perbedaan PPS dengan tax amnesty. Keduanya merupakan cara sukarela untuk deklarasi pajak.

“Bedanya ada pada kondisi akses pajak, tidak ada yang bisa menindaklanjuti dengan mudah, maka dulu dilakukan rekonsiliasi. Sekarang bedanya Ditjen Pajak sudah punya akses informasi. Ya sekarang yang ikut mau jujur dan patuh, karena cepat atau lambat dilaporkan akan diuji validitasnya. Maka dipastikan yang ikut itu yang mau patuh, atau wajib pajak yang benar,” ujar dia.

Tarif yang diberlakukan saat ini lebih tinggi, yaitu 12%, 14%, dan 18%. Sementara untuk pengampunan pajak 6%, 8%, dan 11%.

“Pertanyaannya kenapa dikasih tarif rendah? Karena keadaannya kalau COVID-19 dan dipaksa 30% itu memberatkan karena kondisinya sekarang harusnya bisa diratakan, target jangka pendek dan kepatuhan bisa meningkat,” ujar Yustinus.

Program PPS merupakan pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui:

  • Pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harga yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program pengampunan pajak.
  • Kemudian pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Pemerintah telah mengadakan sosialisasi Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP). Didalamnya termasuk tax amnesty dengan masa berlaku 1 Januari sampai 30 Juni 2022.

Baca juga : Pajak sembako hanya untuk sembako premium

Back to top button