NEWS

China Tuntut Stop Pengeboran Minyak di Natuna

Pengeboran minyak di laut Natuna menimbulkan protes dari pemerintah China. Pasalnya mereka menganggap laut Natuna Utara tersebut masuk dalam wilayah RRC.

Bahkan pemerintah China juga menuntut Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas serta latihan militer di lokasi Kepulauan Natuna. kabarnya nota protes tersebut telah dikirim beberapa bulan lalu, dan baru bocor sekarang ini.

Dilansir dari The Star, nota protes china terhadap pengeboran minyak dilakukan berbarengan dengan kapal penelitiannya melintasi bagian Laut China Selatan (LCS), yang menuru Indonesia masih dalam wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

Bagi China pengeboran minyak di Natuna dianggap melanggap batas nine dash line yang menjadi dasar hukum pemerintah China mengklaim hampir seluruh wilayah LCS, meski hal tersebut tidak diakui oleh PBB dan hukum internasional.

Meski demikian, sikap ragu-ragu dari pemerintah Indonesia dapat dilihat dari juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah  yang menolak untyk memberikan pernyataan dan menganggap komunikasi diplomatif bersifat rahasia.

Sebelumnya beberapa kali kapal Indonesia dan China sering mengalami kebuntuan di perairan LCS. Bahkan Indonesia pun mengambil sikap dengan mengganti LCS dengan nama Laut Natuna Utara, yang kemudian memicu protes dari China. Karena mereka menganggap wilayah tersebut merupakan daerah tangkapan ikan tradisionalnya.

Respon Pemerintah Indonesia

Desakan pemerintah China agar Indonesia menghentikan kegiatan pengeboran minyak di laut Natuna Utara tentu menimbulkan respon tegas dari politisi Indonesia. salah satunya adalah anggota DPR RI komisi 1 Muhammad Farhan yang mengatakan satu surat diplopamtik China ke Indonesia terkait pengeboran minyak di rig lepas pantas masuk dalam wilayah china dijawab tegas dengan tidak akan menghentikan kegiatan tersebut.

Jawaban tidak akan menghentikan pengeboran minyk karena dianggap masih masuk dalam wilayah ZEE Indonesia, dan menjadi hak kedaulatan Indonesia. Meski secara diplomatik belum memberikan pernyataan secara tegas.

Meski demikian, ketegangan atas sumber daya alam antara kedua negara dijawab dengan Presiden Joko Widodo yang langsung berkunjung ke Pelabuhan Selaty Lampa, Kepulauan Natuna. Bahkan beberapa waktu lalu Menkopolhukam pun mengunjungi Natuna dan menginap pada sebuah kapal perang.

Namun karena eratnya hubungan ekonomi kedua negara, membuat Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kedutaan Besar China di Jakarta tidak menanggapinya dan membenarkan adanya nota protes tersebut.

Bahkan dua orang yang diperbolehkan memberi pernyataan mengatakan China berulang kali menuntut Indonesia menghentikan pengeboran minyak. Namun Indonesia menjelaskna bahwa Natuna masuk dalam ZEE Indonesia di bawah konvesi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan daerah tersebut menjadi Laut Natuna Utara pada 2017 silam.

China keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan yang ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U, sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.

Sementara itu, China juga melakukan protes dalam nota diplomatik terpisah terkait dengan latihan militer Perisai Garuda yang berbasis di darat pada Agustus lalu. Dimana latihan tersebut melibatkan 4.500 tentara dari AS dan Indonesia yang telah rutin dilakukan sejak 2009 silam.

Meski hubungan perdagangan antara China dan Indonesia memiliki nilai yang tinggi. Ditambah China menjadi negara kedua yang banyak berinvestasi secara ekonomi, namun selayaknya kedaulatan negara lebih penting dari sebuah hubungan ekonomi.

Indonesia yang saat ini tengah berambisi menjadi negara dengan perekonomian yang kuat dan menjadi negara dengan ekonomi papan atas telah banyak melakukan perdagangan produk dengan China. Dimana China menjadi salah satu negara terbesar dalam tujuan ekspor produk Indonesia.

Sehingga tidak heran jika sikap pemerintah seakan mengambang dengan sikap pemerintah China yang mulai mendikte Indonesia. Hal tersebut tentu menjadi pilihan pemerintah agar hubungan diplomatik yang terjalin hingga saat ini tidak tercoreng dengan masalah Laut China Selatan.

Meski demikian, sikap tegas Pemerintah Indonesia dapat di ekspresikan melalui kehadiran TNI angkatan laut yang selalu berpatroli sehingga pemerintah China tidak bisa terus menekan Indonesia.

Baca Juga : https://kontenstore.com/investasi/industri/potensi-prospektif-pabrik-pengolahan-bauksit-di-indonesia/

gus miko

simpel and woles
Back to top button