NEWS

Minyak Goreng Banjir di Pasar, Sim Salabim Abrakadabra

Minyak goreng banjir kembali setelah pemerintah mengambil keputusan akan menjual minyak goreng kemasan dengan harga pasar.

Sim salabim antara pemerintah dan pengusaha sepertinya berhubungan erat. Jika selama ini produk minyak goreng seakan-akan lenyap dipasaran, maka sekarang stok minyak goreng banjir di pasar tradisional maupun ritel modern.

Pertanyaannya kenapa minyak goreng yang berkisar 3-4 bulan menghilang tiba-tiba muncul? Maka ada beberapa analisa masyarakat yang beredar, seperti penimbunan stok minyak goreng oleh pengusaha, atau pengusaha yang bergerak dibidang ini lebih memilih menjual ke luar negeri, atau ada sandiwara antara pemerintah dan pengusaha.

Wajarkan jika banyak masyarakat bertanya-tanya? Hingga menimbulkan kasak kusuk publik yang akhirnya menjadi pertanyaan besar dengan minyak goreng banjir kembali setelah pemerintah menyerahkan pada harga keekonomian alias harga naik.

Dilansir dari berbagai sumber, untuk itu, kita bedah beberapa anggapan diatas, diantaranya:
minyak goreng banjir

1.Penimbunan stok minyak goreng

Minyak goreng banjir kembali tentu menjadi pertanyaan dan terkait dengan istilah penimbunan. Sebagai masyarakat awam tentu sudah tidak asing lagi tentang istilah penimbunan barang. Dalam kasuistik ini adalah minyak goreng.

Penimbunan minyak goreng dapat diartikan secara kasar adalah tidak terdistribusikannya minyak goreng ke pasar. Artinya stok minyak goreng ada tetapi dipasar langka. Sekalipun ada maka harga jual minyak goreng pun mahal.

Untuk menimbun stok minyak goreng ini pun hanya mampu dilakukan oleh para pengusaha besar. Sehingga sangat naif jika pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang mengatakan bahwa masyarakat menimbun minyak goreng.

Dari sinilah pemerintah tidak mengerti antara menimbun dengan stok rumah tangga. Jika pun membeli banyak maka tingkat keuangan rumah tangga pun tidak akan dihabiskan untuk mendapatkan minyak goreng. Satu langkah blunder pemeritah ketika 3 bulan ini menghilang dan menyalahkan masyarakat.

minyak goreng banjir

2.Pengusaha tidak memenuhi stok dalam negeri

Minyak goreng banjir kembali dapat dianalisa karena pengusaha tidak ingin mendapatkan keuntungan yang kecil. Artinya selama ini kelapa sawit sebagai bahan dasar minyak goreng lebih banyak dijual ke luar negeri dengan mengikuti harga dunia.

Analisa ini memang tidak salah, hal tersebut tak lepas dari berkaca terkait dengan krisisnya PLN karena tidak memiliki stok batubara. Dimana pengusaha batubara nakal yang tidak memenuhi kewajiban stock dalam negeri atau DMO padahal Indonesia merupakan pemain batu bara terbesar di dunia.

Alasannya tentulah terkait perbedaan harga jual antara luar negeri dan dalam negeri. Begitu juga dengan minyak goreng. Indonesia sebagai pemain kelapa sawit terbesar di Indonesia langka minyak goreng yang dimungkinkan karena perbedaan harga jual tersebut.

Namun perbedaannya, dalam krisis listrik PLN pemerintah mengambil langkah tegas dengan menghentikan ekspor batu bara. Artinya pemerintah memaksa pengusaha batu bara untuk memenuhi kewajiban stok dalam negeri atau tidak mendapatkan ijin ekspor.

Sementara itu, pada minyak goreng pemerintah harus menyerah, dan memutuskan dalam rapat terbatas, bahwa minyak goreng kemasan dijual dengan harga keekonomian, artinya harga minyak goreng mengikuti harga internasional, kasarnya harga naik.

Tak dapat dibantah, dipasar sekarang ini minyak goreng banjir di pasaran tetapi dengan harga jual mencapai Rp 50 ribu, bervariasi tergantung dari merknya, dari harga pasar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dipatok pemerintah Rp 14 ribu.

Sementara minyak goreng curah dijual dengan harga Rp 14 ribu dari harga yang sebelumnya berkisar Rp 11.500. Ajaib kan!

minyak goreng banjir

3.Kemungkinan sandiwara pemerintah dan pengusaha

Mungkin nggak sih pemerintah dan pengusaha bersandiwara sehingga kini minyak goreng banjir di pasaran?

Tidak salah jika ada analisa kearah tersebut. Karena permainan sim salabim terkait minyak goreng terlihat sangat jelas. Jika selama ini pemerintah selalu mengatakan jika stok minyak goreng tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi kenyataanya minyak goreng langka.

Jika pun ada maka harga minyak goreng dijual diatas harga HET sehingga masyarakat terpaksa membeli untuk memenuhi kebutuhannya. Hilangnya minyak goreng bukan terjadi dalam hitungan minggu tetapi berjalan sejak akhir Desember.

Jika pada produk lainnya ketika harga suatu komoditi mengalami kenaikan harga karena stok barang yang terbatas, maka pemerintah dengan cepat melakukan operasi pasar, hasilnya dalam hitungan hari atau minggu maka harga komoditi tersebut kembali normal.

Namun langkah pemerintah untuk minyak goreng seperti terbentur dengan pemain kelapa sawit sebagai bahan minyak goreng. Selama ini pemerintah melalui kepolisian tidak mampu melacak dimana keberadaan stok minyak goreng.

Ajaib bukan? Data perusahaan kelapa sawit pemerintah punya, perusahaan yang mengelola menjadi minyak goreng juga ada, pabriknya pun pasti memiliki alamat yang jelas sehingga bisa ditelusuri. Stok pengiriman minyak goreng pun menggunakan truk container, posisi gudang-gudang pasti diketahui pemerintah. Kok bisa tidak terlacak pemerintah selama 3 bulan!

Pihak yang diberikan mandat UU untuk menegakan hukum pun seakan tidak bergerak, seakan sangat sulit menemukan jutaan ton minyak goreng di Indonesia. Penegak hukumnya yang kinerja payah atau pemain sulapnya yang lihai?

sehingga Parahnya lagi kementerian yang mengawasi bidang ini mengatakan jika ini kelangkaan disebabkan masyarakat akibat panic buying. Sebuah pernyataan tidak terpikirkan oleh masyarakat terbodoh pun di Indonesia.

Ajaibnya lagi, ketika Presiden membahas rapat terbatas dan memutuskan harga minyak dijual dengan harga keekonomian alias naik, maka tralala…minyak goreng banjir kembali. Haruskah masyarakat tepuk tangan untuk badut-badut sulap tersebut?

Baca juga:
Analisa Bisnis Es Buah Untuk Bulan Ramadhan
6 Usaha Musiman Di Bulan Ramadhan Yang Paling Laris

gus miko

simpel and woles
Back to top button