PPKM Darurat Bikin Macet, Masyarakat Ditekan Harus Ngantor
Banyak istilah yang telah diterapkan pemerintah dari PSBB Skala besar, PSBB transisi, PPKM Mikro, hingga kini PPKM darurat yang ditujukan untuk menanggulangi penyebaran virus Covid 19. Namun hingga kini banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberhasilan dari semua program tersebut.
Sekarang ini PPKM darurat yang diterapkan se Jawa dan Bali juga membuat resah masyarakat. Masyarakat kini mendapatkan tekanan yang paling berat. Ketakutan akan tertular covid 19, hingga ketakutan kehilangan pekerjaan, hingga stress akibat macet panjang dari penyekatan mobilitas.
Ketika melihat pelaksanaan aturan PPKM darurat di lapangan maka pada hari kerja pertama pada Senin (5/7) maka akan banyak ditemui masyarakat yang terus melakukan pergerakan. Tak tanggung-tanggung, seluruh titik penyekatan yang masuk Jakarta menimbulka kemacetan yang sangat panjang.
Jika banyak pejabat yang menganggap apa yang dilakukan masyarakat hari itu sebagai sesuatu yang bandel maka tentunya hal tersebut tak tepat. Karena hal tersebut tidak melihat permasalahan secara menyeluruh.
Pada dasarnya masyarakat tentu akan senang untuk bekerja dirumah seperti anjuran pemerintah dalam penerapan PPKM darurat. Namun langkah penutupan jalan yang membatasi masuknya masyarakat ke Jakarta tentu memiliki tujuan untuk bekerja sesuai dengan tuntutan perusahaan.
Maka jika petugas yang bekerja menyekat jalan tanpa memberikan solusi maka PPKM darurat hanyalah pekerjaan yang tidak efektif. Pasalnya para pekerja akan tetap mencari jalan agar bisa sampai kantor sesuai dengan tuntutan perusahaan.
Hal ini juga tidak dibantah oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyo Aji yang mengakui penerapan PPKM darurat masih menimbulkan permasalahan. Hal ini karena banyaknya masyarakat yang masuk dari kota-kota satelit Jakarta sehingga menimbulkan kemacetan. Bahkan moda transportasi kereta pun terpantau ramai antrian di Bogor.
Jika menilik peraturan PPKM darurat yang diterapkan seharusnya tidak akan ada aktivitas masyarakat untuk bekerja. Seluruh perusahaan yang bergerak di bidang non essensial dan kritikal maka harus bekerja 100 persen dari rumah.
Pekerjaan penyekatan mobilitas masyarakat akan berjalan efektif jika pemerintah berani menekan pihak pengusaha yang tidak melaksanakan PPKM darurat. Jika menyasar masyarakat yang bekerja maka hal tersebut hanya akan menimbulkan perselisihan antara masyarakat yang diwajibkan bekerja dengan petugas yang melaksanakan PPKM darurat.
Beranikah pemerintah menekan para pengusaha?
Kemacetan yang terjadi pada waktu pertama kali bekerja penerapan PPKM darurat dipicu dengan 80 persen mobilitas warga yang berangkat bekerja. Sehingga dapat disimpulkan banyak perusahaan yang tidak mematuhi dari peraturan PPKM yang telah diterapkan, sehingga pekerja dengan terpaksa harus keluar rumah.
Pernyataan Pangdam Jaya yang mengaku tidak menerima alasan masyarakat yang bekerja dan langsung memutar balik, dan meminta perusahaan agar tidak memutuskan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan juga bukan sebuah jawaban.
Pasalnya permasalahan ini tentu disebabkan banyaknya pengusaha yang tidak ingin meliburkan atau bekerja dari rumah. Tak dapat dipungkiri work form home tentu tidak bisa diterapkan oleh seluruh perusahaan di Jakarta. Karena beberapa bidang pekerjaan memang memerlukan kehadiran fisik.
Mengamati permasalahan tersebut, maka kewajiban pemerintah, melalui tangan aparat untuk menyisir dan melakukan razia kantor atau perusahaan yang masih melakukan aktivitas. Jika bukan petugas yang menegur para pengusaha maka masyarakat yang berangkat bekerja akan tetap terjadi dan menimbulkan kemacetan dan kerumunan sehingga bisa menciptakan kluster PPKM darurat.
Jika melihat peraturan PPKM darurat Jawa Bali, Luhut Pandjaitan menegaskan sektor esensial jasa keuangan, perbankan, pasar modal, dan sistem pembayaran teknologi informasi dan seterusnya diberlakukan 50 persen maksimal bekerja di kantor dari melaksanakan prokes ketat.
Tetapi untuk bidang kritikal meliputi sektor energi, kesehatan, keamanan, logistic dan transportasi, industri minuman dan makanan. Sektor petrokimia, semen, objek vital, proyek strategis, kontruksi dan utilitas seperti air dan listrik berlaku 100 persen bekerja dari kantor.
Diluar kedua kategori tersebut maka masuk kedalam sektor non esensial dan wajib meliburkan atau 100 persen work from home para pekerjanya yang berlangsung mulai 3 Juli sampai 20 Juli mendatang di Jawa dan Bali.
Peraturan tinggalah peraturan jika pemerintah tidak membaca permasalahan kemacetan yang terjadi karena masyarakat dipaksa perusahaan untuk tetap bekerja meski PPKM darurat telah diterapkan. Dari pada memutar balik para pekerja yang menimbulkan kemacetan. Maka sepatutnya pemerintah melakukan pengawasan dan razia kepada perusahaan yang masih beraktivitas.