NEWS

Biaya Bengkak, inilah Penyebab Proyek Kereta Cepat Melambung

Proyek prestise pemerintah terkait dengan transportasi adalah pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Namun dalam perjalanannya proyek yang bekerja sama dengan China tersebut mengalami pembengkakan biaya.

Melambungnya biaya proyek kereta cepat ini dalam kajian tim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, proyek tersebut mengalami penggelembungan antara US$ 1,3 hingga 1,6 miliar atau sekitar Rp 24 triliun.

Meski demikian, beberapa pembengkakan biaya yang banyak dikritisi oleh para pengamat tersebut mendapatkan tanggapan wajar dari Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Septian Hario Seto.

“Proyek kereta cepat di banyak negara hal-hal seperti ini adalah hal-hal yang sangat wajar ditemukan. Jadi dalam kajian kami ada banyak sekali proyek kereta cepat lain yang mengalami pembengkakan biaya, karena apa, karena memang posisi geografis yang kemudian ditemui segala macam itu di luar perkiraan di awal,” kata Seto dalam acara Evening Up.

Alasan yang tak masuk akal karena seakan tanpa kajian tersebut dicontohkan ketika membangun terowongan di Purwakarta yang banyak ditemukan batu yang tidak dapat di bor, sehingga memerlukan tindakan yang berdampak pada pembengkakan biaya.

Tak hanya itu, langkah blunder proyek kereta cepat ini pun semakin tidak terarah dimana pada awalnya proyek kereta cepat ini dibiayai dengan skema business to business (B to B), termasuk dengan pembebasan tanahnya, berbeda dengan proyek infrasturktur lainnya dimana pembebasan lahan dibiayai oleh pemerintah.

Untuk Investasi yang telah dikuncurkan untuk proyek ini telah menelan biaya Rp 15 triliun. Sehingga pemerintah pun akan menggunakan dana APBN untuk membiayai proyek ini dimana hal tersebut tidak sesuai dengan kesepakatan B to B.

“Kebalikan proyek kereta cepat ini dibangun seluruhnya di awal dengan biaya tadi oleh konsorsium dari BUMN Indonesia dan konsorsium dari Tiongkok. Untuk tanahnya sendiri yang sudah habis sampai sekarang, yang sudah diinvestasikan sampai sekarang untuk pembebasan lahan itu semuanya sekitar Rp 15 triliun,” terangnya.

Biaya Bengkak, inilah Penyebab Biaya Kereta Cepat Melambung

Dampak Dibiayai APBN

Langkah blunder pemerintah Presiden Joko Widodo yang blunder akan membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dibiayai oleh APBN. Polemik ini tentu menimbulkan pro dan kontra bagi sejumlah kalangan.

Izin Jokowi itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menjelaskan masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan menimbulkan resiko jangka menengah dan jangka panjang untuk APBN.

Menurutnya kendala yang bisa muncul dalam jangka menengah adalah ketika kereta cepat tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Sehingga akan berdampak kepada proyeksi keuntungan pengelola.

Jika keuntungan tidak sesuai dengan perkiraan, makaimbas yang akan ditanggung pemerintah selanjutnya adalah dengan pengajuan subsidi tiket. Faktor inilah yang kedepannya akan ditanggung juga oleh APBN.

“Maka tentu ini akan berdampak pada proyeksi keuntungan yang ditetapkan oleh pengelola dari KCI, karena konsorsium dari BUMN, bukan tidak mungkin ada pengajuan subsidi agar tiket menjadi lebih murah, subsidi tentu akan ditanggung oleh APBN lagi,” jelasnya.

Sementara itu, untuk jangka panjang jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya, pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku, kemudian dana APBN tidak mencukupi, maka proyek bisa mangkrak.

Sementara itu, ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan dalam memutuskan pembanguan kereta api harus diputuskan secara teliti.

Perhitungan yang kurangg cermat dari awal sehingga menimbulkan kesalahan hitung. Sehingga seharusnya APBN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat yang lain, maka terpaksa digunakan untuk membiayai proyek ini.

gus miko

simpel and woles
Back to top button